Menjadi seorang wanita
adalah anugerah. Allah karuniakan ia dengan berbagai keutamaan yang
tidak dimiliki oleh kaum pria. Terlebih, ketika seorang wanita takluk
pada syariat, alangkah mulia dirinya. Maka, pintu surga terbuka
menyambutnya.
Dewasa ini, berbusana
muslimah tidaklah sulit. Kita tidak perlu mengulang pengalaman pahit
tahun 80-an ketika beberapa muslimah berhijab kehilangan pekerjaan,
kesempatan dan dikucilkan dari pergaulan. Karena sekarang, muslimah
Indonesia telah menikmati nyamannya berhijab syar'i dari perjuangan para
wanita muslim sebelumnya.
Dahulu,
masyarakat cukup anti dengan selembar kain yang dihampar menutupi rambut
wanita. Kain tersebut cukup jadi barang bukti untuk ditolak dari
lingkungan pergaulan. Padahal, selembar kain yang diremehkan tersebut
adalah bukti identitas seorang muslimah. Bukan bahan kainnya yang jadi
soal, tetapi fungsi dan hakikatnya.
Waktu
bergulir begitu cepat, memusnahkan semua paradigma kuno termasuk
pandangan miring terhadap selembar kain tersebut. Mulanya minoritas,
kini berduyun-duyun kita jumpai para wanita menutup kepala dengan aneka
kain yang indah. Setiap muslimah benar-benar sampai pada zaman
kebebasannya dalam menutup aurat tubuhnya.
Terbukti, berpakaian syar'i bukan halangan berprestasi. Hijab
bukan lagi kendala dalam membangun karier. Posisi-posisi penting baik
dalam sektor pemerintahan maupun swasta diduduki oleh wanita-wanita
berhijab. Maka, tinggal si wanita saja, bersedia atau tidak memenuhi
kewajiban berkerudung sebagai seorang muslimah.
Kata jilbab
tidak perlu lagi dipermasalahkan. Dalam artian, sungkan untuk
dibicarakan. Bahkan jilbab muncul dalam kata yang lebih populer, yakni
hijab. Terlepas dari pertentangan antara makna jilbab dan hijab di luar
sana, masyarakat makin akrab dengan dua kata tersebut. Pada intinya,
masyarakat telah mampu menerima keberadaan pakaian muslimah dan
penggunanya.
Jilbab memang dimaknai
sebagai kewajiban. Namun, kini makna pakaian muslimah tersebut mengalami
pergeseran. Dari kewajiban menjadi kebutuhan. Dari kebutuhan menjadi
hanya sekadar keinginan. Dari keinginan yang ditangkap tersebut, jadilah
peluang bisnis. Setidaknya itulah gambaran transformasi sederhananya.
Ya,
ketika sudah memasuki industri bisnis, mengalami marketisasi, pakaian
muslimah mendadak nge-trend di kalangan wanita. Para pebisnis yang
melek kondisi pasti pandai memanfaatkan momentum ini. Jadilah selembar
kain yang merupakan identitas muslimah tersebut dimaknai berbeda. Meski
tidak sedikit yang masih menganggapnya sakral, banyak pula yang
memaknainya sekadar hiasan atau busana biasa yang sedang booming.
Para
pebisnis dan pedagang kain kebanjiran orderan akan hijab tersebut. Para
desainer juga tak mau kalah unjuk gigi. Maka bertebaranlah hijab aneka
model, brand dan macamnya. Dari harga yang nyaman di kantong pelajar hingga harga yang bikin dompet dan ATM terkuras.
No comments:
Write comments