Orang yg menghayati hakikat sujud ia akan mencicipi sujudnya terlalu pendek. Tidak heran Jika Sayidatina 'Aisyah RA pernah mendeskripsikan lama sujudnya Nabi di pada shalat malamnya seperti panjangnya orang yang membaca surah al-Baqarah.
Hal itu mampu dimaklumi karena Jika dalam rukuknya saja bisa menyaksikan pemandangan 'Arasy, apalagi dalam sujud. Rukuk biasa disebut menjadi fana pendahuluan (al-fana' al-awwal), sedangkan sujud disebut fana primer (al-fana' al-kamil).
Mungkin dari sinilah mengapa Nabi mengingatkan sahabatnya membaca serta menghayati ayat: Fasabbih bi ismi Rabbik al-'Adhim (bertasbihlah dengan Nama Tuhanmu yang Mahabesar/QS al-Waqi'ah [56]:96), serta waktu sujud memerintahkan buat membaca serta menghayati ayat: Sabbih ism Rabbik al-A'la (bertasbihlah menggunakan Nama Tuhanmu yang Mahatinggi/QS al-Haqqah [69]:52).
Mungkin terinspirasi asal ayat-ayat tersebut sehingga formulasi bacaan dalam rukuk ialah: Subhana Rabbiy al-'Adhim wa bihamdih serta pada sujud: Subhana Rabbiy al-A'la wa bihamdih. Jika kita mampu menghayati makna dan hakikat sujud sebagaimana digambarkan pada atas, nisacaya shalat kita telah menjadi "shalat langit", bukan lagi "shalat bumi", sebagaimana ilustrasi disampaikan Nabi: ada dua umatku mengerjakan shalat. Sama-sama berdiri, rukuk, dan sujud, tetapi perbedaan kualitas shalatnya antara bumi dan langit. Allahu a'lam.
SUJUD, SIMBOLISASI PENGHAYATAN MANUSIA TERHADAP ASAL-USUL PENCIPTAAN
Pada kitab Futuhat al-Makkiyyah, karya Ibn 'Arabi, diceritakan panjang lebar tentang makna spiritual sujud. Bagi Ibn 'Arabi, sujud merupakan simbolisasi penghayatan kita terhadap asal-usul peciptaan kita dari dari tanah. Dikatakan jua, berdiri dalam shalat merupakan simbol alam syahadah, sujud ialah simbol puncak rahasia (sir al-asrar), dan rukuk disebut simbol alam barzakh karena berada antara alam syahadah dan mistik absolut.
Orang-orang yang sujud sesungguhnya orang yang diberi kesempatan ilahi buat mengikis kesombongan dan keangkuhan. Sehebat apa pun insan akan balik ke tanah. Waktu balik menyatu menggunakan tanah, tidak bisa lagi dibedakan antara jenis tanah raja dan tanah budak, tanah laki-laki serta tanah perempuan , tanah orang yg kulit bening dan tanah kulit gelap.
Semuanya sama dan pulang sebagai satu. Itulah sebabnya kalangan sufi tak jarang menghubungkan antara sujud serta tauhid al-dzati. Ketika segala yg tidak selaras menjadi satu dan saat yg satu menyatu menggunakan yg Mahasatu, itulah makna: Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (Kita asal asal-Nya dan kepada-Nya kita balik /QS al-Baqarah [2]:156).
Orang-orang yang tak jarang bersujud seharusnya tidak lagi memelihara sikap egois (ananiyyah) dan perasaan ujub (inniyyah). Orang yang acapkali bersujud akan tampat bekas-bekas sujud (atsar al-sujud) di dalam wajah dan penampilannya, baik penampilan fisik juga emosi dan spiritualnya.
FILOSOFI dua SUJUD
Sayidina Ali pernah ditanya ihwal makna sujud pertama. Beliau menjawab, itu adalah: Allahumma innaka minha khalaqtana (Ya Allah sesungguhnya engkau membentuk kami dari tanah). Makna bangkit asal sujud artinya: Wa minha akhrajtana (serta daripadanya engkau mengeluarkan kami). Makna sujud kedua adalah: Wa ilaina tu'iduna (dan kepadanya kamu akan mengembalikan kami). Bangkit asal sujud kedua maknanya: Wa minha takhrujna taratan ukra (serta daripadanya kamu akan membangkitkan lagi).
Sayidina Ali mengingatkan kita filosofi dua sujud. Sujud pertama mengingatkan kita bahwa manusia berasal-usul asal tanah. Asal tanah ia diciptakan dan tumbuh sebagai makhluk hidup yang diberi agama menjadi khalifah di bumi menggunakan segala aktivitasnya. Meski demikian, setiap insan mempunyai ajal dan di akhirnya juga ia kembali ke tanah, masuk ke liang lahat, serta kembali menjadi tanah. Bangkit dari sujud memiliki makna eskatologis.
Semua manusia, meskipun sudah balik menjadi tanah, akan dibangkitkan pulang pada hari kebangkitan (yaum al-bi'ts) buat mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yg pernah dilakukan ketika berada "pada antara dua sujud", yaitu di alam fana, dunia ini. Kebangkitan berasal sujud kedua disebut juga sujud terakhir karena tidak terdapat lagi sujud ketiga. Di hari kebangkitan, "bumi telah digulung." Selanjutnya insan akan hayati di pada keabadian hari akhirat.
Asal: Prof. Nasaruddin Umar/Republika
Hal itu mampu dimaklumi karena Jika dalam rukuknya saja bisa menyaksikan pemandangan 'Arasy, apalagi dalam sujud. Rukuk biasa disebut menjadi fana pendahuluan (al-fana' al-awwal), sedangkan sujud disebut fana primer (al-fana' al-kamil).
Mungkin dari sinilah mengapa Nabi mengingatkan sahabatnya membaca serta menghayati ayat: Fasabbih bi ismi Rabbik al-'Adhim (bertasbihlah dengan Nama Tuhanmu yang Mahabesar/QS al-Waqi'ah [56]:96), serta waktu sujud memerintahkan buat membaca serta menghayati ayat: Sabbih ism Rabbik al-A'la (bertasbihlah menggunakan Nama Tuhanmu yang Mahatinggi/QS al-Haqqah [69]:52).
Mungkin terinspirasi asal ayat-ayat tersebut sehingga formulasi bacaan dalam rukuk ialah: Subhana Rabbiy al-'Adhim wa bihamdih serta pada sujud: Subhana Rabbiy al-A'la wa bihamdih. Jika kita mampu menghayati makna dan hakikat sujud sebagaimana digambarkan pada atas, nisacaya shalat kita telah menjadi "shalat langit", bukan lagi "shalat bumi", sebagaimana ilustrasi disampaikan Nabi: ada dua umatku mengerjakan shalat. Sama-sama berdiri, rukuk, dan sujud, tetapi perbedaan kualitas shalatnya antara bumi dan langit. Allahu a'lam.
SUJUD, SIMBOLISASI PENGHAYATAN MANUSIA TERHADAP ASAL-USUL PENCIPTAAN
Pada kitab Futuhat al-Makkiyyah, karya Ibn 'Arabi, diceritakan panjang lebar tentang makna spiritual sujud. Bagi Ibn 'Arabi, sujud merupakan simbolisasi penghayatan kita terhadap asal-usul peciptaan kita dari dari tanah. Dikatakan jua, berdiri dalam shalat merupakan simbol alam syahadah, sujud ialah simbol puncak rahasia (sir al-asrar), dan rukuk disebut simbol alam barzakh karena berada antara alam syahadah dan mistik absolut.
Orang-orang yang sujud sesungguhnya orang yang diberi kesempatan ilahi buat mengikis kesombongan dan keangkuhan. Sehebat apa pun insan akan balik ke tanah. Waktu balik menyatu menggunakan tanah, tidak bisa lagi dibedakan antara jenis tanah raja dan tanah budak, tanah laki-laki serta tanah perempuan , tanah orang yg kulit bening dan tanah kulit gelap.
Semuanya sama dan pulang sebagai satu. Itulah sebabnya kalangan sufi tak jarang menghubungkan antara sujud serta tauhid al-dzati. Ketika segala yg tidak selaras menjadi satu dan saat yg satu menyatu menggunakan yg Mahasatu, itulah makna: Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (Kita asal asal-Nya dan kepada-Nya kita balik /QS al-Baqarah [2]:156).
Orang-orang yang tak jarang bersujud seharusnya tidak lagi memelihara sikap egois (ananiyyah) dan perasaan ujub (inniyyah). Orang yang acapkali bersujud akan tampat bekas-bekas sujud (atsar al-sujud) di dalam wajah dan penampilannya, baik penampilan fisik juga emosi dan spiritualnya.
FILOSOFI dua SUJUD
Sayidina Ali pernah ditanya ihwal makna sujud pertama. Beliau menjawab, itu adalah: Allahumma innaka minha khalaqtana (Ya Allah sesungguhnya engkau membentuk kami dari tanah). Makna bangkit asal sujud artinya: Wa minha akhrajtana (serta daripadanya engkau mengeluarkan kami). Makna sujud kedua adalah: Wa ilaina tu'iduna (dan kepadanya kamu akan mengembalikan kami). Bangkit asal sujud kedua maknanya: Wa minha takhrujna taratan ukra (serta daripadanya kamu akan membangkitkan lagi).
Sayidina Ali mengingatkan kita filosofi dua sujud. Sujud pertama mengingatkan kita bahwa manusia berasal-usul asal tanah. Asal tanah ia diciptakan dan tumbuh sebagai makhluk hidup yang diberi agama menjadi khalifah di bumi menggunakan segala aktivitasnya. Meski demikian, setiap insan mempunyai ajal dan di akhirnya juga ia kembali ke tanah, masuk ke liang lahat, serta kembali menjadi tanah. Bangkit dari sujud memiliki makna eskatologis.
Semua manusia, meskipun sudah balik menjadi tanah, akan dibangkitkan pulang pada hari kebangkitan (yaum al-bi'ts) buat mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yg pernah dilakukan ketika berada "pada antara dua sujud", yaitu di alam fana, dunia ini. Kebangkitan berasal sujud kedua disebut juga sujud terakhir karena tidak terdapat lagi sujud ketiga. Di hari kebangkitan, "bumi telah digulung." Selanjutnya insan akan hayati di pada keabadian hari akhirat.
Asal: Prof. Nasaruddin Umar/Republika
No comments:
Write comments